Jumat, 05 Juni 2009

DEKONSTRUKSI

2.1 Latar Belakang
Dekonstruksi berlandaskan pada semangat konstruktivisme Rusia. Di mana di dalamnya mencoba untuk mengoyak mimpi indah tersebut melalui penampilan bidang-bidang yang simpang siur dan garis-garis yang merentang sehingga keseluruhan struktur seolah-olah akan segera ‘ runtuh ‘. Banyak kritik dilontarkan terhadap usaha Johnson dan Wigley dalam membeberkan paralelisme antara arsitektur dan dekonstruktivisme dengan kontruktivisme Rusia. Alasannya karena mereka hanya mendasarkan pada kemiripan bentuk dan prinsip estetik, tapi sama sekali mengabaikan konteks social, politik, dan ideologis di mana kedua gejala tersebut tumbuh.
Bagi orang tertentu yang menghendaki perubahan dalam cara berpikir dari arsitektur yang ada ( arsitektur modern ) filsafat derrida sangat relevan. Pemikiran tersebut didasarkan pada adanya alasan filsafat tersebut menawarkan pemahaman dan perspektif baru tentang arsitektur. Sehingga proses pemikiran kembali ( rethinking ) premis ( dalil-dalil ) dan kaidah tradisional arsitektur dapat dilakukan.
2.2 Sejarah Dekonstruksi
Lahirnya kira-kira pada musim semi 1977, ketika Peter Eisenman mempublikasikan editorial ‘Post Functionlaism’-nya, dengan nama majalahnya ‘opposition’. Hadir sebagai reaksi terhadap pameran arsitektur rasional dan Ecole des Beaux Arts, pada museum seni modern, Eisenman mengkarakteristikkan kedua pameran tersebut sebagai post modern dan bahkan lebih buruknya mengangkat segi-segi kemanusiaan ( humanism ) dari sebuah bangunan. Padahal sebagaimana diketahui bahwa modernisme sangat anti-humanis. Pada dasarnya hal tersebut merupakan pertanda lahirnya seni abad 19 dan 20 yang mana abstrak, atonal, dan atemporal. Taktiknya adalah dengan membuat segalanya yang typical menjadi ‘tidak‘ atau ‘pemecahan‘ bentuk yang lain.
Menggunakan ide Michael Foucault dari new episteme yang memecahkan humanisme, Eisenman mengedepankan bahwa modern arsitektur menjauhkan manusia dari pusat bumi ini, memperkenalkan ide bahwa sesuatu kepemilikan dan fungsionalisme dapat diubah menjadi atemporal dan mode dekomposisi. Suatu metode desain dengan bentukan yang diyakini berasal dari seri bagian-bagian – tanda tanpa makna. Bila ini terdengar familiar, pastilah karena dekonstruksi telah menjadi salah satu fakultas seni terkemuka di Ivy League, dan sekarang telah menjadi suatu ortodoks / paham.
Ditekankan bahwa mereka bukan diibaratkan sebagai orang Ethuopia yang berharap untuk mengubah lingkungan, melainkan lebih memainkan bentuk modern dengan memasukkan unsure estetika; kesan esensial mereka bukanlah etik namun ber’gaya. Goldbenger mengklaim bahwa bangunan yang dapat dikategorikan neo-modern saat itu adalah Bernard Tschumi- parc de la Villette, karena rancangannya merupakan hasil fantasi tanpa adanya ideologi yang pasti. Pendapat ini bisa benar dan salah ; benar-karena Tschumi membuat bentukan paviliun dengan memainkan bentuk constructivistme yang melayang; salah-karena Mannerisme merupakan salah satu karakteristik dari purna dan post modern arsitektur. Tschumi berkeras bahwa folies yang ada mengilustrasikan teori dari dekonstruksi.
Pada ideologi ini, dihubungkan dengan Eisenman, yang benar-benar memperbarui new modernism dengan bentukannya yang ‘ baru ‘ dalam arsitektur. Anti humanist, decentring, penghilangan manusia dari dunia, menurut Eisenman akan eksis di filosofi modern, akan tetapi dalam arsitektur hal itu tidak terjadi. Cukup beralasan sebab, arsitek hingga sekarang harus menyesuaikan fungsi bangunan mereka dan menyocokkan dengan lingkungan yang ada. Sekarang new modern tidak lagi mempercayai humanism; mereka lebih memilih untuk mengerjakan rancangan mereka sebagai self justifying, yang bermain dengan ide metafisik. Arsitek-arsitek yang mempelopori aliran ini adalah Peter Eisenman, Bernard Tschumi, Daniel Libeskind, Fujii, Frank Gehry, Rem Koolhas, Zaha Hadid, Morphosis/ Thom Mayne dan Hejduk, tapi bukan Foster, Rogers, Hopkins, Maki dan Pei. Merekalah pembentuk dekonstruksi dengan melanjutkan gerakan modern dengan cara mengelaborasi dan menggabungkan bentukan yang kompleks.
2.3 Pengertian Dekonstruksi
Apakah yang dimaksud dengan dekonstruksi itu ? Hampir semua orang memiliki pemahaman yang berbeda-beda sejak konsep ini ada pada tahun 1971 dan telah menjadi focus utama teori literature Amerika dan Perancis. Di luar itu, kita harus mewaspadai central paradox yang mengatakan bahwa dekonstruksi telah menjadi akademik ortodoks dalam beberapa universitas Amerika, kampus seni dan arsitektur, dll.
Dekonstruksi adalah sekolah filsafat di Perancis pada akhir 1960 dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kritisme di Amerika. Penciptanya adalah Jacques Derrida. Lahir sebagai respon komplek terhadap teori dan pergerakan filosofi abad 20 [First paragraph of a seven-page explanation in the Encyclopedia of Contemporary Literary Theory (Toronto: University of Toronto Press, 1993).]
Sedang dalam arsitektur dekonstruksi adalah suatu pendekatan terhadap perancangan bangunan dengan mencoba melihat arsitektur dari segi bagian dan potongan. Bentuk dasar arsitektur dirombak semua. Bangunannya tidak memiliki unsure logis : bentuknya tidak berhubungan satu sama lain, tidak harmoni, abstrak.
Dekonstruksi adalah post-strukturalism – yang merupakan reaksi pertama terhadap teori dan praktek structural dari Claude Levi Strauss, Noam Chomsky dan semua yang mendapatkan pengertian dan pertentangan dalam struktur. Akan tetapi post structuralism tidak memiliki sifat dekonstruksi di dalamnya sebagaimana dimaksudkan adalah adanya proses dislocation, de-composing, dan de-coding. (Charles Jencks, 1980)
Untuk singkatnya, bila diturutkan dalam dunia dan hubungan etymological dari Nietzche dan Derrida, kita dapat mendengar bahwa kata ‘ de ‘ dan ‘ di ‘ terangkum dalam kata dekonstruksi. Hal ini memusatkan, mengkomposisikan, dan memisahkan keseluruhan struktur menjadi 3 bagian : yakni debunk ( menghilangkan ) ; derides ( mengejek ) ; dan deprecates ( mencela ) semua nilai dan norma yang mana telah ada dalam kehidupan.Definisi dekonstruksi cenderung subjektif bila dilihat bagi tiap-tiap tokohnya. Hal ini tampak jelas, di mana karya-karya arsitekturnya memiliki karakter yang berlainan satu sama lain, tetapi seolah-olah memiliki persamaan pada bentuk ‘ luarnya ‘ yang kacau, abstrak, hanya berupa imajinasi namun kenyataannya dapat dibangun.

2.3 Aliran-aliran dalam Arsitektur Dekonstruksi

1. Fragmentation and Discontinuity

Pecahan dan diskontinu. Aliran ini dianut oleh Frank Gehry – yang mana memecahkan keseluruhan bentukan menjadi berbagai bagian pecahan dan menjajarkan pecahan-pecahan tadi dengan filsafat seni.

2. Neo Constructivist yang dipelopori Rem Koolhas dan OMA

Inversional rotasi dari potongan-potongan besar menjadi dekomposisi perspektif yang distorsinya colourful. Atau pula sebagaimana dapat dilihat pada Parc de La Villette, Tschumi yang mana dapat terlihat permainan sirkulasi, grid, strip, dan confetti. Dalam Neo constructivist, Zaha Hadid juga terkenal dengan flying beam dan cocktail stick, dan proyek lain yang membuat dekonstruksi jadi begitu indah, dislocated – mengutip kata-katanya dan Leonidov – biasa disebut anti gravitational. Neo constructivist ini terkenal optimis dan realistic sehubungan dengan mass culture.

3. Folies, Bernard Tschumi

Persilangan antara late constructivist Chernikov, estetik dari Kandinsky dan dekonstruksi Perancis ( Foucault dan Derrida ). Mereka ini terkenal dan diperhitungkan sebagai titik pergerakan kemajuan constructivist, akan tetapi ide dan bentuk yang sama disintesis dan diambil sebagai titik ekstrim oleh Daniel Libeskind. Ia telah menyerap ‘paham‘ dari beberapa sumber antara lain : fragmentation milik Gehry ; flying beams dan cocktail milik Koolhas ; representasi hermetic milik Eisenman. Kemudian kesemuanya itu dikombinasikan dengan suatu bentuk dan bahasa yang lain, yang mana keduanya sangat bersifat personal dan anti architectural.

4. Positive Nihilism, Peter Eisenman

yang mana menemukan bahwa representasi itu sendiri merupakan tujuan akhir dari arsitektur. Adalah benar adanya bahwa Eisenman telah pasti dengan kehilangan pusat, perbedaan yang tidak dapat dipisahkan dengan modernism, massa yang uprooted, akhir dari identitas etnik – akan tetapi tema ini selalu menomor duakan figure retorisnya dan disublimasi menjadi satu set perubahan : catachresis, arabesque, grotesques atau pada masa lampau disebut : scaling, self similarity, dan transformation. Hampir seluruh bagian arsitekturnya bersifat sangat abstrak (meskipun sekarang beberapa representasi konvensional telah masuk), ia tetap konsisten. Kebanyakan orang sulit untuk memahami karyanya, karena konsep yang ia terapkan sangat sulit dipahami. Satu-satunya cara agar dapat menghargai karya Eisenman adalah dengan membaca dan melihat karyanya, maka akan ditemukan estetika, keindahan dan sedikit pergerakan, namun tetap privat.

2.5 Prinsip Arsitektur Dekonstruksi

Ideologi dekonstruksi antara lain :

  1. Pentingnya perbedaan, ke’terbedaan’ dari yang lain.
  2. Bentuk asemantik.
  3. Memperlihat ke’dekonstruksiannya’ dengan kesan “ tulisan “ yang didapat dari bangunan.
  4. Tiap arsiteknya memiliki hak penuh atas desain bangunannya.
  5. “ Menaklukkan “ suatu kasus perancangan.
  6. Terpecah-pecah, terbagi-bagi (fragmented), tidak jelas bentuknya (destructive).
  7. Arsitek adalah metafisika.

Gaya yang dianut :

  1. Kontradiksi antar elemen bangunan, ada irama.
  2. Kompleksitas disjungsi, kecenderungan kaku ; kacau ; bengkok dan berbeda dari. yang lain.
  3. Ruang eksplosif dengan lantai mirin ( tilted floors ) ; cocktail sticks ; penyimpangan/pembengkokan ( warps ) ; distorsi ; anamorfisme.
  4. Bentuk abstrak yang ekstrim.
  5. Tidak adanya keterikatan antara bentuk dan ruang yang ada di dalamnya.
  6. Estetika nol derajat ( degree zero ), kekosongan erotik mesin ( machine eroticism ).
  7. Ornamen pokoknya : pemecahan / fractal ; skala ; self similiarity ; catachresis ; apocalypse.
  8. Memperlihatkan kode pribadi.
  9. Pro restricted metaphors : planetary arch ; flying beam/ balok melayang ; knife blades ; fish bananas.
  10. Memunculkan kembali sejarah yang ada.
  11. Kehancuran semu.
  12. Simbolik pribadi.

Ide desainnya antara lain :

  1. Non place sprawl ; grid point ; teori chaos/kehancuran.
  2. Fungsi indeterminan.
  3. Ahistorikal dan neo constructivist.
  4. Mengandung banyak kata-kata yang halus ( rhetorically redundant).
  5. Ruang dan massa yang saling berpenetrasi – ‘ chora ‘.
  6. Objek skulptur yang tidak berkesinambungan.
  7. Patahan, ruang yang terjadi karena ‘ ketidaksengajaan ‘.
  8. Dekomposisi, pemusatan ulang.
  9. Ketidakharmonisan, ‘random noise ‘.

Kamis, 04 Juni 2009

RUANG DALAM 2













Tips untuk membuat Panel Akustik

Menciptakan panel akustik untuk ruang dengar anda dapat dilakukan dengan sederhana seperti menggantung permadani di dinding sampai pada panel-panel akustik yang canggih dengan perhitungan dan material khusus. Anda dapat merasakan perubahan kualitas suara hanya dengan menambahan atau memindahkan bahan-bahan yang umum seperti karpet, permadani, dan korden. Panel akustik ini tergolong murah dan sederhana, terkadang memiliki estetika yang lebih baik dan menyenangkan. Pada tulisan ini saya mengajak anda untuk memahami teori panel akustik dan teknik perancangan panel akustik yang sederhana.

Gambar 13.1
Beberapa reaksi permukaan terhadap gelombang suara

Pada gambar 1.1 kita lihat beberapa reaksi permukaan terhadap gelombang suara.

1. Reaksi serap

Reaksi serap terjadi akibat turut bergetarnya material terhadap gelombang suara yang sampai pada permukaan material tersebut. Getaran suara yang sampai dipermukaan turut menggetarkan partikel dan pori – pori udara pada material tersebut. Sebagian dari getaran tersebut terpantul kembali ke ruangan, sebagian berubah menjadi panas dan sebagian lagi di teruskan ke bidang lain dari material tersebut. Contohnya kita dapat mendengarkan suara musik yang diputar dari ruang sebelah kita jika dinding ruang tersebut tidak dipasangkan peredam suara.

Umumnya bahan kain, kapas, karpet dan sejenisnya memililki reaksi serap yang lebih tinggi terhadap gelombang suara dengan frekuensi tinggi dibandingkan dengan frekuensi rendah.

Sedangkan bahan tembok, kaca, besi, kayu umumnya meneruskan sebagian energi gelombang nada rendah ke sisi lain dari material tersebut, dan sebagian gelombang suara bergetarnya menjadi panas dan sebagian lagi dipantulkan kembali ke ruang dengar.

2. Reaksi pantulan

Hampir semua permasalahan ruang dengar adalah minimnya panel akustik pada permukaan dinding, lantai, plafon ruang tersebut. Jika permukaan dinding, lantai dan plafon memantulkan kembali sebagian dari energi suara maka kita akan mendengar suara pantulan. Suara pantulan ini bagai bola ping pong yang mana pantulan suara terdengar walau suara asli telah mati. Dalam ruang kosong anda dapat menepuk tangan anda dan mendengar suara pantulan setelah anda menepuk tangan anda. Suara pantulan terjadi berkali-kali dengan waktu dan bunyi yang tak teratur. Efek ini seperti anda masuk ke rumah cermin dimana anda dapat melihat bayangan anda berpuluh – puluh jumlahnya. Suara pantulan ini mengaburkan suara hentakan alat musik dan memberi bunyi tambahan setelah hentakan alat musik

Lakukan eksperimen dengan menepukan tangan anda di beberapa ruang dirumah seperti kamar mandi, ruang makan, kamar tidur dsb. Jika ruang dengar anda memiliki suara pantulan sama dengan apa yang anda dengar didalam kamar mandi maka anda perlu panel akustik untuk magatasi masalah ini.

Mengatasi suara pantulan sangatlah mudah, dengan solusi sederhana yaitu dengan meletakkan panel akustik yang berfungsi sebagai penyerap suara yang tak diinginkan atau diffuser yang menyebarkan energi pantulan ke berbagai arah, akan meniadakan pengulangan pantulan suara. Materialnya bisa berupa permadani yang digantung di dinding, karpet diatas lantai, korden pada dinding/jendela, atau material penyerap suara di dinding.

Material yang efektif untuk pengendalian suara pantulan tanpa membuat ruang terlihat buruk adalah menggunakan bahan korden yang tipis seperti penggunaan di airport atau ruang konferensi. Selain itu ada pula solusi yang mahal yaitu produk khusus untuk panel akustik. Kelebihannya adalah karakteristik penyerapannya yang sangat baik untuk mencegahan suara pantulan tanpa menyerap banyak energi sehingga membuat ruangan “mati”.

Gambar 13.2
Garis suara langsung dan pantulan yang di dengar

Pada gambar 13.1 terlihat speaker yang ditempatkan di ruang dekat dinding dan lantai. Kita akan mendengar suara langsung dari speaker plus suara pantulan dinding, lantai, dan plafon. Suara pantulan tersebut terdengar sedikit lebih lambat dari suara langsung plus warna suara yang berbeda, dan fase suara yang berbeda pula. Gabungan semua suara pantulan dan suara langsung mengakibatkan penurunan kualitas suara yang kita dengar.

Tiga hal yang mengurangi kualitas suara karena pantulan dinding adalah:

Pertama, Suara off-axis dari speaker tidak seakurat (ada kolorasi) suara on-axis. Sehingga suara yang menyembur ke dinding memiliki rentang frekuensi yang tidak rata. Jadi saat suara pantulan dari suara off axis speaker sampai ke telinga kita maka kita akan mendengar kolorasi suara

Kedua, permukaan dinding memberikan kolorasi terhadap suara yang dipantulkan. Misalnya jika material dinding memiliki karaker serap pada nada tinggi tetapi tidak pada nada mid, maka suara yang terpantul hanya pada nada mid dan kurang pada nada tinggi

Ketiga, suara langsung dan suara pantulan sampai ketelinga pendengar dalam fase dan tempo yang berbeda.

Perbedaan waktu akibatkan jelajah suara langsung dan pantulan dapat dihitung. Seperti kita ketahui bahwa kecepatan rambatan suara di udara pada kecepatan 300 meter per detik, maka kita dapat menghitung selisih waktu. Jika perbedaan jarak antara suara langsung dan suara pantulan adalah 1,5 meter maka suara pantulan yang kita dengar memiliki perlambatan sebesar 5 mili detik.

Fenomena ini dinamakan “comb filtering”, dimana dua buah gelombang suara dengan selisih fase pada puncak dan lembah gelombang yang saling meniadakan atau saling memperkuat frekuensi tertentu. Hal ini menyebabkan kolorasi suara yang kita dengar.

Suara pantulan dinding tidak hanya mengganggu keseimbangan warna suara, mereka juga menghancurkan image musik dan soundstage.

Pantulan suara dari lantai dan plafon turut memberi gangguan, misalnya melemahnya suara pada nada mid, membuat suara menjadi tipis. Pantulan suara plafon memberi pengaruh yang lebih sedikit karena jarak yang cukup jauh dan pancaran suara yang relative lebih lemah ke arah plafon.

3. Reaksi sebar

Salah satu solusi akustik yang terbaik adalah meletakan panel serap dan sebar (difusi) pada bidang pantul pararel. Pantulan suara dari lantai mudah untuk diatasi dengan meletakan karpet atau permadani. Frekuensi rendah, biasanya, tidak terserap oleh karpet atau rug, menghasilkan fase negative pada frekuensi midbass yang saling meniadakan, akibat interfensi suara langsung dan suara pantulan, sering disebut dengan “Allison Affect”, diambil dari nama designer loudspeaker Roy Allison, yaitu orang pertama mempublikasikan fenomena ini.

Perlu di ingat, jenis karpet berhubungan pula dengan kualitas suara. Sebagai contoh karpet wool memilki suara yang lebih alami dibandingkan dengan karpet sintetik. Karena serabut padan karpet wool memiliki panjang dan ketebalan yang tidak sama, sehingga masing – masing serabut menyerap frekuensi yang berbeda. Karpet sintetik, sebaliknya, terbuat dari serabut dengan panjang dan ketebalan yang persis sama sehingga masing – masing serabut menyerap frekuensi yang sama.

4. Beberapa teori panel akustik

Pantulan dinding seharusnya disebar (difuse) dan diserap. Panel Sebar mengubah energi suara dari satu arah dan satu besaran menjadi ke beberapa arah dengan beberapa besaran.

Panel sebar dapat dibuat sendiri atau dengan membeli panel sebar yang sudah jadi. Rak buku terbuka yang penuh dengan beragam buku dengan besar dan tebal yang berbeda adalah panel sebar yang ampuh.

Panel serap pada dinding dengan materi serap akustik. Sampai sekarang dunia High End masih memperdebatkan solusi yang lebih baik antara memakai panel serap atau panel sebar. Yang beranggapan panel sebar lebih baik menggaris bawahi keuntungan penyebaran suara ke beberapa arah dengan beberapa besaran memberikan kesan suara berada di sebuah “ruang” dan “hawa” musik lebih mengalir. Sedang yang beranggapan panel serap lebih baik berpendapat dengan pantulan suara melebih 20mili detik dari suara langsung menurunkan kualitas suara yang kita dengar. Kebanyakan pada studio rekaman ruang kontrol di rancang untuk menghasilkan sebuah ruang “reflection free zone” (RFZ) dimana sound engineer duduk, dia hanya mendengar suara langsung dari speaker monitor. Berdasarkan pengalaman panel serap pada dinding kiri kanan lebih baik disbanding dengan panel sebar, tetapi panel sebar dibelakang tempat duduk pendengar akan lebih baik dibanding dengan panel serap. Hal ini tidak ada perdebatan.

Salah satu produk yang tepat untuk pengontrolan refleksi sisi dinding adalah “Reflection Control Panel”yang dikembangkan oleh Acoustic Revolutionary Technology. Sebuah panel dengan tingkat serapan yang baik. Panel ini dapat di set secara sederhana, pada titik pantul di dinding, panel ini mencegah pantulan suara pertama.

Cara menentukan titik pantul sangatlah mudah, dengan bantuan seorang kawan dan sepotong cermin anda dapat menentukan titik pantulan dengan mudah. Minta teman anda untuk memegang cermin dan anda duduk di posisi dengar. Minta teman anda untuk meletakkan cermin pada dinding sampai anda dapat melihat posisi driver speaker anda. Berikan tanda pada titik tersebut dan ulangi prosedur ini berualang kali sampai anda mendapatkan semua titik pantul.

Panel akustik yang diletakan pada titik pantul dapat memperbaiki tata panggung musik. Dinding akan memantulkan suara dari sisi kanan dan sisi kiri speaker. Suara pantulan speaker kiri dari dinding sebelah kanan mengaburkan tata panggung musik dan kelebaran panggung musik. Suara pantulan seperti ini kerap disebut “Acoustic crosstalk”; kita tidak mau telinga kiri kita mendengar pantulan suara speaker kanan.

Catatan tambahan panel akustik yang di letakan dengan sedikit jarak dari dinding menciptakan bidang yang lebih luas disbanding panel akustik yang di tempel ke dinding. Jarak antara panel akustik dan dinding menyebabkan bidang tambahan akustik, membuat kerja panel serap menjadi lebih baik. Teknik ini dapat diterapkan ke semua bidang pantul di ruang dengar.

5. Membuat panel serap nada rendah

Bass berdengung dan tebal sangat sering di temukan dan sangat sukar di atasi. Hal ini terjadi akibat pertama adalah dari resonansi ruang (baca artikel akustik kami yang pertama), kedua adalah penempatan speaker yang tidak benar (baca artikel akustik kami yang ketiga), ketiga adalah minimnya panel serap frekuensi rendah di ruang dengar.

Jika masalah bass tetap terjadi walau telah dilakukan perletakan speaker secara benar atau anda telah mengubah dimensi ruang dengar anda sehingga tidak ada penggemukan bass akibat resonansi ruang, maka solusinya adalah dengan menambahkan panel serap frekuensi rendah. Panel serap ini mencegah pantulan nada rendah kembali ke ruangan yang menyebabkan suara bass langsung bercampur dengan suara bass pantulan.

Teori dasar penyerapan frekuensi rendah adalah mengubah energy nada rendah menjadi bentuk energi lain yaitu energi panas. Panel serap nada rendah dapat di beli yang sudah jadi seperti Acourete – Corner Correction, yang dibuat dengan material dan design khusus yang dapat cocok di letakan di ruang dengar.

Atau anda dapat membuat sendiri panel ini dengan biaya yang relatif murah. Panel ini, disebut panel Air Suspension, memiliki daya serap yang tinggi pada frekuensi rendah. Panel serap dapat dibuat tersendiri atau menempel ke dinding. Pertama – tama buat bingkai kayu dengan ukuran 1200 mm x 2400 mm di pantek ke dinding. Setelah itu bubuhkan silicon siler pada siku – siku antara kayu dan dinding sampai kedap udara, setelah itu isi rongga tersebut dengan material penyerap suara seperti Acourete Fiber. Lalu, tutup rangka kayu tersebut dengan selembar plywood atau Acourete Board. Buatlah lubang – lubang keci pada lembaran panel. Kini anda telah memiliki panel serap nada rendah.
Ada beberapa panel serap yang tidak dilubangi, hanya menggunakan lembaran tipis yang bergetar jika menerima gelombang suara. Frekuensi serap dapat di sesuaikan dengan mengatur volume rongga udara di dalam panel, rongga berukuran 60cmx120cm, 60cmx240cm, 60cmx300cm, atau 60cmx360cm dengan ketebalan panel. Bahan serap high density di rongga panel berfungsi memperluas kemampuan redam pada frekuensi yang lebih lebar. Kita dapat mengatur rentang frekuensi serap dari nada paling rendah ke nada mid dengan mengatur besaran ketebalan x luas panel rongga panel dan jumlah dan ukuran lubang. Kebanyakan ruang dengar memerlukan penyerapan bass, tetapi panel serap dapat pula diatur untuk menyerap frekuensi tertentu saja untuk meminimalkan masalah resonansi ruang. Panel serap yang independent dapat dibangun dengan cara yang sama, dengan landasan material yang kokoh, misalnya 20mm triplek. Untuk perhitungan detail panel serap dapat ditemukan di buku yang di karang oleh F.Alton Everest’s The Master Handbook of Acoustics.

Cara lain untuk membuat panel serap frekuensi rendah adalah dengan membuat rongga pada dinding, lalu ditutup dengan material serap. Struktur ini kerap disebut “quarter wavelength trap”. Panel serap ini memiliki frekuensi serap pada ¼ frekuensi gelombang suara